--> BUJO | Zahrul Share

Sunday, April 28, 2019

BUJO

| Sunday, April 28, 2019
Telat publish, harusnya kemarin kan ya....🤔
Kan malam minggunya kemaren
Ah, tapi nggak papa

Cusss langsung baca aja biar nggak ada basa basi yang suka basi....👇

Sekali bikin cerita, eh, ketagihan nggak mau berhenti. Nonstop deh nonstop...😁
Kayak obat nyamuk

 (Lah... Itu pembukaan juga udah basi)

Via. We heart it


BUJO

Dalam cinta, kesetiaan adalah hal yang penting.

Aku tahu itu, karena itu pula aku selalu berusaha mencintai satu orang seumur hidupku.

Jonathan saputra,

Adalah satu-satunya pria yang mengisi kehidupanku selama 8 tahun ini. Kami pertama bertemu di kampus ketika masa ospek.

Waktu itu dia berulah dengan tidak memakai atribut yang seharusnya dipakai. Jo dihukum push up dan lari mengelilingi lapangan kampus yang luas sebanyak 10 kali.
Keesokan harinya Jo masih tidak kapok. Ia berangkat ke kampus dengan seragam sma lengkap tanpa atribut satu pun. Semua orang geleng-geleng dengan perbuatannya dan kedua kalinya juga jo mendapat hukuman yang sama. Diam-diam aku sering memperhatikannya, aku penasaran sekali kenapa dia mengulang kesalahan yang sama?

Di hari ke tiga ospek ketika jo sedang menjalani hukuman ketiganya aku sedang terburu-buru ke toilet dan tak sengaja bertabrakan dengan jo. Dia mengulurkan tangannya untuk membantuku yang sudah tersungkur.

  "Maaf...." katanya,

Aku menyambut uluran tangannya. Sebuah tangan yang kuat dan hangat.

Memalukan sekali karena aku tak juga melepas tangaku tanpa sadar. Jo melirik tangan kami yang masih bertaut, begitu pun aku. Aku tersadar dan menariknya. Tapi Jo menahannya dan dengan senyum ramah dia memperkenalkan dirinya.

  "Jonathan saputra, kau?"

Aku tergagap menyebutkan namaku, "pu-tri."

  "Wow, putri? Nama yang bagus, cocok untukmu"

Ya, itu sudah 8 tahun yang lalu.

Setelah lulus dari kuliah. Kami masih sering berhubungan, aku dan jo beberapa kali pergi jalan bersama, lebih sering hanya kami berdua. Sungguh saat-saat yang menyenangkan bisa berada di samping jo, aku bukannya tidak menyadari aku sebenarnya mempunyai rasa padanya, tapi aku tak berani mengatakannya dan aku takut baginya hubungan kami hanyalah pertemanan.

Sampai suatu pagi, benar-benar pagi. Jo datang ke rumah kosku, aku begitu malu karena penampilanku yang berantakan sehabis bangun tidur. Aku sedang sibuk merapikan rambut dan menjelaskan bahwa aku baru saja bangun, ketika tiba-tiba sebuah mawar merah muncul di hadapanku, tepat di depan mataku, aku tak sanggup berkata-kata, hanya diam seperti patung.

  "Mau pacaran?" ucapnya percaya diri.

Sejak hari itu kami adalah sepasang kekasih.

Kembali ke masa sekarang.

Aku sedang duduk di salah satu kursi taman, menikmati angin sore berembus sejuk menerpa wajahku. Sore itu aku sudah janji akan menemui Jo. Kami sering pergi ke taman ini untuk menghabiskan waku bersama.

Dulu seminggu setelah pacaran jo membawaku kemari untuk berfoto dan membuat vidio. Waktu itu aku malu sekali, semua orang melihat kami sambil tersenyum-senyum geli. Aku mengajaknya untuk pergi atau duduk saja, tapi jo ngotot dan malah merekam wajahku yang sedang jengkel. Dalam vidionya itu jo mengaku bahwa dia sangat... sangat... sangat mencintaiku. Pipiku memerah mendengar perkataannya. Dan rasa malu itu berubah jadi sangat senang.

Jo punya tradisi untuk hubungan kami. Dimana ia akan selalu merayakan hari ulang tahun hubungan kami setiap minggunya, lebih tepatnya hari ulang minggu. Aku selalu tersenyum mengingatnya, dia akan membeli balon, bunga mawar. Topi besar. Dan kue yang akan kami makan bersama. Sesuatu yang sangat romantis bagiku.

Sifat jo yang humoris sekaligus lembut selalu membuatku nyaman berada di sampingnya, walau terkadang dia juga bersikap kekanak-kanakan seperti minta disuapi saat makan bersama, atau marah saat aku lupa mengucapkan "selamat tidur bujo"

Bujo, sebuah kata sekaligus panggilan sayangku untuknya, aku mengambilnya dari bahasa jawa bojo yang berarti suami, dengan harapan suatu hari nanti dia yang akan menjadi suamiku.

Doa yang indah bukan....


Bulan-bulan berikutnya berlalu dengan indah, aku semakin mencintai jo setiap harinya, terikat dengannya. Hingga cincin itu dilingkarkannya dijari manisku ketika ia melamarku.

Saat itu kami sedang makam malam di suatu kafe. Cahaya lampu kafe yang remang-remang, lilin-lilin dan musik mengalun lembut ketika kami melangkah masuk. Jo menggandeng tanganku dengan lembut, selalu mengalirkan ketenangan di dalamnya.

  "Kenapa cafe ini sepi sekali" tanyaku heran. Aku tahu cafe itu selalu ramai.
Jo ikut memandang berkeliling, seakan-akan ia juga tak tahu apapun.

  "Berarti ini akan menyenangkan" dia membalas dengan senyum lebar. Dua hari kemudian aku baru tahu kalau dia telah memesan semua meja di cafe itu.

Kami duduk di meja paling depan.
Ketika pelayan datang Jo menyebutkan daftar pesanan yang sangat banyak, aku sampai ternganga dan berpikir dia sudah memesan semua makanan di menu.

  "Siapa yang akan memakannya?" Aku bertanya.

  "Tentu saja kita."

Aku tidak yakin dengan jawabannya, tapi ketika makanan tiba perutku tidak bisa menolak aroma lezat dari makanan-makanan itu. Dan jadilah satu jam kemudian kami kekenyangan di meja kafe.


Tiba-tiba lampu padam, suasana jadi sangat gelap. Aku duduk tegak di kursiku, mencoba tenang karena aku takut gelap.

  "Ada apa? Apa listriknya bermasalah ya?"

Dan ketika lampu menyala, seperti 2 tahun lalu bunga mawar itu muncul lagi di depan wajahku. Tapi yang lebih mengejutkanku Jo meletakan sebuah cincin di tangkainya.

  "Will you marry me"

Aku terduduk di taman, tak sanggup lagi menahan air mataku. Kenangan itu rasanya belum lama terjadi. Bujoku yang sangat baik dan lucu. Aku mengusap airmataku dan menarik nafas dalam, tak seharusnya aku sedih saat akan menemuinya.
Dia pasti akan sedih juga atau malah marah, ngambek seperti anak kecil, atau mungkin memelukku sambil bilang "cup...cup... Sayang"

Sosok itu akhirnya terlihat, kepalanya berputar mencariku dan tersenyum lebar serta melambai saat mengetahui keberadaanku. Setengah berlari dia menghampiriku.
  "Maaf, aku terlambat."
  "Tidak masalah" aku mengulas senyum

Kami pun melangkah meninggalkan taman itu.

Mobilnya bergerak perlahan di jalan raya, aku hanya menatap keluar jendela sepanjang perjalanan. Beberapa kali ia mengajakku bicara dan memancingku untuk tertawa, ya, aku juga berusaha menanggapi semua perkataannya meski rasanya sangat hambar.

Ketika mobil mulai melambat, rasanya aku ingin menangis saat itu juga. Ia turun dari mobil dan membukan pintu untukku.
  "Ayo."
Aku menyambut uluran tangannya, dia menuntunku melewati rumput-rumput hijau dan aroma bunga yang tercium sejak kami sampai. Aku berusaha keras mematikan perasaanku seperti beberapa bulan ini. Kenapa aku harus menemui Jo di sini?
Kenyataannya, begitu kami berhenti. Aku terjatuh dan menagis tanpa bisa kutahan. Aku sangat merindukan Jo, sangat... sangat merindukannya. Kupeluk pusara itu seperti memeluk Jo.
Seharusnya kami sudah menikah sekarang. Kenyataan bahwa Jo sudah meninggal begitu menghancurkan kehidupanku. Semuanya terjadi tiba-tiba. Kami hanya pergi sebentar untuk membeli kue ulang tahun nenek, sayangnya kecelakaan itu terjadi. Jo meninggal dan aku koma di rumah sakit selama 2 bulan. Ini adalah pertama kalinya aku pergi ke makamnya.

  "Bujo" aku bergumam di sela tangisanku.
Randy menyentuh bahuku, aku tahu dia juga sangat terpukul dengan kepergian kakaknya.

Tapi sampai kapanpun aku tidak akan pernah melihatnya lagi. Bujoku telah pergi dan aku ada di sini.

End.

Cup..cup... Jangan nangis ya put, mungkin nggak jodoh di dunia tapi jodoh di akhirat, biar abadi dan hidup bahagia selamanya.
Bantuin hibur putri dong sob...

Entah kenapa saya kok suka bikin cerita sad ending gini.
Nggak kasihan apa sama tokohnya.....


Semoga cerita kali ini menghibur sobat semua ya, walaupun ceritanya sedih tapi lumayan lah buat ngisi waktu senggang sembari nunggu doi yang nggak dateng-dateng buat malam mingguan.

Happy malam minggu.

Salam dari penulis amatir yang malam minggunya cuma nonton tv sama buka medsos, plus nyemil gorengan yang bikin gagal diet dan gangguin kucing yang lagi tidur.

See you👋👋👋


Related Posts

No comments:

Post a Comment